Analisis Permasalahan Pengelolaan BRT (Bus Rapid Transit) Studi Kasus : Kota Bandar Lampung
Perkembangan perkotaan memicu berbagai permasalahan, salah satunya ialah masalah transportasi. Kota Bandar Lampung memiliki kepadatan penduduk tinggi dan berbagai kegiatan pemanfaatan ruang. Untuk mengatasi permasalahan transportasi, pemerintah menginisiasi dengan BRT (Bus Rapid Transit). Namun, saat ini operasional BRT telah berhenti sebagai transportasi publik dan menjadi angkutan sewa. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan permasalahan pengelolaan oleh stakeholder yang menyebabkan BRT berhenti operasional. Penelitian ini bersifat kualitatif, dianalisis dengan metode analisis manajemen level, coding analysis, dengan pengumpulan data wawancara snowball sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tiga tingkat peranan stakeholder. Tingkat puncak sebagai strategis penyediaan BRT dikelola oleh Wali Kota, DPRD, Dishub Provinsi, MTI, dan Kemenhub. Tingkat menengah sebagai taktis dalam regulasi BRT dikelola oleh Dishub Kota Bandar Lampung. Tingkat lini pertama sebagai operator BRT dikelola oleh KPRI Ragom Gawi. Adapun permasalahan dalam pengelolaan BRT diantaranya anggaran kurang memadai, belum ada program pengembangan dan payung hukum yang kuat, koordinasi antar stakeholder yang kurang komunikatif, sulit menggait investor, penumpang lebih memilih moda yang fleksibel, headway terlalu lama, fasilitas pendukung yang kurang memadai, dan faktor kepemimpinan kepala daerah. Permasalahan utama dalam pengelolaan BRT adalah penyelenggaraan BRT belum menjadi prioritas Pemerintah Kota Bandar Lampung. Pemerintah tidak memprioritaskan mobilisasi masyarakat menggunakan transportasi publik.
URI
https://repo.itera.ac.id/depan/submission/SB2505190024
Keyword
BRT (Bus Rapid Transit) Tata Kelola Permasalahan