Pengaruh Proses Pemaparan Gas CO2 Pada Beton Daur Ulang Sebagai Substitusi Agregat Halus Dalam Pembuatan Mortar Geopolimer
Peningkatan kebutuhan semen portland yang disebabkan oleh tingginya pembangunan dan
pembongkaran di Indonesia selama beberapa tahun terakhir mengakibatkan masalah
krusial pada lingkungan, seperti penumpukan limbah beton yang tidak diolah dengan baik
dan peningkatan konsentrasi CO2 pada atmosfer bumi akibat produksi semen portland.
Beberapa penelitian telah mengkaji solusi dari permasalahan tersebut untuk mengurangi
dampak buruk bagi lingkungan dengan meolah kembali limbah beton dan gas CO2 yang
melimpah. Penelitian sebelumnya mengkaji pemanfaatan gas CO2 untuk meningkatkan
kualitas beton daur ulang sebagai substitusi agregat pada beton geopolimer sehingga terjadi
proses karbonasi dengan variasi waktu sehingga menghasilkan tingkat penyerapan yang
juga beragam. Penelitian ini mengevaluasi efektivitas proses karbonasi dalam
meningkatkan sifat fisik dan mekanik beton daur ulang yang digunakan sebagai substitusi
agregat halus pada mortar geopolimer. Proses karbonasi dilakukan dengan memaparkan
beton daur ulang pada gas CO2 selama satu jam, serta penggunaan analisis SEM,
Mikroskop Optik, XRF, dan XRD dalam pengamatan perubahan karakteristik yang terjadi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan karbonasi berhasil meningkatkan kuat
tekan mortar geopolimer. Mekanisme peningkatan kuat tekan ini diduga akibat reaksi
karbonasi yang menghasilkan kalsium karbonat (CaCO₃). Kalsium karbonat yang terbentuk
mengisi pori-pori dan retakan pada beton daur ulang, sehingga meningkatkan kekompakan
dan kekuatan ikatan antar partikel dalam mortar. Hal ini terbukti dari peningkatan kuat
tekan rata-rata mortar geopolimer yang menggunakan agregat halus hasil karbonasi
(carbonated recycle aggregate, CRA) sebesar 5,25 MPa, dibandingkan dengan mortar
yang menggunakan agregat halus daur ulang tanpa perlakuan (recycle aggregate, RA)
sebesar 4,36 MPa. Meskipun demikian, kuat tekan mortar geopolimer yang menggunakan
CRA masih lebih rendah dibandingkan dengan mortar yang menggunakan agregat alami
(12,91 MPa). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat
penyerapan CO₂ yang relatif rendah (5,4%) pada beton daur ulang dan presentase CaO yang
tinggi pada RA dan CRA jika dibandingkan dengan agregat halus alami yang dapat
menghambat proses polimerisasi selama pencampuran material. Hasil penelitian ini
menunjukkan potensi besar dari proses karbonasi dalam meningkatkan nilai tambah beton
daur ulang sebagai bahan konstruksi. Dengan optimasi pada parameter proses karbonasi,
seperti durasi pemaparan CO₂ dan jenis abu terbang, diharapkan dapat diperoleh mortar
geopolimer dengan kinerja yang lebih baik dan berkelanjutan.
URI
https://repo.itera.ac.id/depan/submission/SB2410010067
Keyword
beton daur ulang mortar geopolimer kuat tekan karbonasi