(0721) 8030188    pusat@itera.ac.id   

Perancangan Pusat Kesenian dan Kebudayaan dengan Analogi Formasi Tari Tradisional Sumatera


PERANCANGAN PUSAT KESENIAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN ANALOGI FORMASI TARI TRADISIONAL SUMATERA Nicky Utami 120240014 Pembimbing : Melati Rahmi Aziza, S.T.,M.T, Verarisa Anastasia Ujung, S.Ars., M.I.A ABSTRAK Perancangan Pusat Kesenian dan Kebudayaan Sumatera merangkul integrasi antara elemen-elemen formasi tari dengan struktur arsitektural. Dengan fokus pada formasi tari, perancangan ini bertujuan untuk menciptakan sebuah ruang yang bukan hanya memfasilitasi pertunjukan seni, tetapi juga menjadi sebuah karya seni itu sendiri, sebuah wadah yang dinamis dan interaktif yang memberdayakan pengalaman budaya yang mendalam bagi pengunjung, dengan fungsi utama sebagai sarana Edukasi dan Rekreasi. Pusat kesenian dan kebudayaan Sumatera berlokasi di Jalan Z.A Pagar Alam tepatnya di Jalan Soekarno Hatta (lintas sumatera) dengan luasan 3,2 Ha. Pusat kesenian ini memiliki 1 massa bangunan utama namun memiliki fungsi yang berbeda di tiap irama lekukan pusat seni dan budaya, dengan jumlah 2-3 lantai dan luas bangunan mencapai 6.500 m2, fasilitas ini dilengkapi dengan auditorium, galeri, studio seni, studio tari, teater, ruang baca, serta ruang-ruang untuk lokakarya dan pameran. Meskipun Pulau Sumatera kaya akan kesenian dan budaya, beberapa jenis seni tari menghadapi ancaman kepunahan, yang dipengaruhi oleh globalisasi dan kurangnya dukungan pemerintah. Sebagai respon terhadap tantangan ini, Pusat Kesenian dan Kebudayaan dirancang dengan mengadaptasi formasi tari tradisional ke dalam suasana bangunan. Pada semua tarian tentunya memiliki makna mendalam dan menggambarkan kesenian dan kebudayaan yang ada di sumatera, hal ini dapat diwujudkan dalam berbagai elemen bangunan. Terdapat 5 formasi tari yang telah disimpulkan dari 10 tarian yang ada di provinsi pulau sumatera, yaitu Tari Saman dari Aceh, Tari Tor-Tor dari Sumatera Utara, Tari Zapin dari Sumatera Barat, Tari Serampang Dua Belas dari Riau, Tari Tanggai dari Jambi, Tari Enggang dari Bengkulu,Tari Persembahan dari Kepulauan Riau, Tari Tari Sigeh Pengunten dari Lampung, Tari Enggang dari Bengkulu, dan Tari Belintong dari Bangka Belitung. Dari 10 tarian tersebut menghasilkan 5 formasi tari utama, yaitu formasi berjajar yang di implementasikan untuk area penyambutan dari entrance utama dan sebagai rasa ucapan selamat datang kepada pengunjung, formasi menyebar di implementasikan ke penyebaran ruang sesuai dengan fungsi untuk membuat pengunjung memilih dan menyebar, formasi melingkar di implementasikan sebagai sirkulasi ruang, formasi berpasangan di implementasikan kedalam berbagai konteks untuk mengoptimalkan interaksi dan kolaborasi antara individu atau kelompok, dan kembali ke formasi berjajar di implementasikan sebagai rasa ucapan terima kasih atas kunjungannya, hal ini menjadi inspirasi untuk bangunan pusat kesenian dan kebudayaan. Melalui analogi ini, Perancangan Pusat Kesenian dan Kebudayaan Sumatera dapat menciptakan sebuah narasi arsitektural yang menggabungkan keindahan gerakan tubuh dengan ruang fisik, menghadirkan sebuah karya seni yang hidup dan terus berubah. Dengan demikian, perancangan ini diharapkan dapat melestarikan keragaman seni dan budaya di Sumatera Formasi tari. Kata Kunci : Analogi Formasi Tari, Pelestarian, Pusat Seni dan Budaya, Tari Tradisional.

URI
https://repo.itera.ac.id/depan/submission/SB2406130025

Keyword
Analogi Formasi Tari Pelestarian Pusat Seni dan Budaya Tari Tradisional